Nikmatnya nasi uduk mpok Ayoh

9 04 2007

Jangan bandingkan nasi uduk mpok Ayoh sama nasi uduk mas Miskun yang di jalan Kramat Raya atau nasi uduk Kebon Kacang di daerah Tenabang.

Jelas beda. Nasi uduk mpok Ayoh tidak bermodal besar dan pembelinya dari kalangan ‘sandal jepit’. Sedang nasi uduk Mas Miskun berjualan ala franchise dan punya banyak cabang dimana-mana.

Nggak sulit kok mencari lokasi warung nasi uduk betawi mpok Ayoh. Di pagi hari biasanya sudah banyak orang-orang berkerumun menutupi meja berukuran 1,5 m x 1 m yang diatasnya sudah tersaji nasi uduk dan segala lauk pelengkapnya.

Lokasinya memang di salah satu mulut gang sempit, di pertigaan jalan raya Bintara Jaya, Bekasi Barat (pertigaan kompleks ANTARA), namun keberadaan warung tersebut selalu dipenuhi para penikmat sarapan pagi.

Biasanya setelah berolahraga atau menemani istri belanja, atau mau berangkat kerja saya pastikan mampir kesini. Karena selain rasanya yang enak, nasik uduk mpok Ayoh juga terbilang bersih dan murah. Buat satu porsi nasi uduk ditambah lauk-pauknya harganya cuma 3.500 perak.

Sebenarnya nggak ada yang terlalu istimewa dari warung nasi uduk ini, seperti umumnya penjual nasi uduk, di sini tersedia nasi uduk beserta topping pelengkapnya macam, bihun goreng, semur berupa tahu, tempe, jengkol dan telur. Hanya saja yang membedakan rasanya.

Asmaroh (39) atau yang lebih dikenal mpok Ayoh, setiap hari membuka warung nasi uduknya dari jam 06.00 sampai habis dagangannya. “Biasanya sih abis, kalau kagak abis paling dimakan sendiri, sama dibagiin tetangga, tapi seringnya sih jam sembilanan juga udah abis,” kata mpok Ayoh dengan logat betawi yang kental.

Pada hari kerja, banyak karyawan yang akan berangkat ke kantor singgah disini. Biasanya mereka membeli dengan cara dibungkus untuk dimakan di kantornya. Pagi hari di warung mpok Ayoh layaknya melting pot, karena pegawai, anak sekolah, ibu-ibu yang mampir sehabis belanja, tukang ojeg, tukang sayur berbaur disini, hanya untuk mendapatkan sepiring nasi uduk yang gurih.

Oh ya.. persis di sebelah warung mpok Ayoh juga ada warung sejenis yang dikelola sama mpok Minah. Sama betawinya, tapi jam terbang mpok Ayoh lebih lama dibanding mpok Minah, sehingga ia nggak kuatir jika pelanggannya akan berpindah.

“Kagak apa-apa, kan rejeki masing-masing, ada yang ngatur,” begitu jawaban polos mpok Ayoh saat ditanya, apakah warung mpok Minah akan ‘mengganggu’ pendapatannya. Ditanya tentang resep nasi uduknya begitu digemari banyak orang, mpok Ayoh berujar, “Kagak ada yang istimewa, biasa aja kayak yang laen-laen,”.

Dari hasil jualannya ini, mpok Ayoh sanggup menyekolahkan lima anaknya, bahkan satu anaknya sudah di bangku kuliah, yang paling kecil masih di taman kanak-kanak (TK). Sedangkan suaminya hanya seorang pekerja serabutan.

Suatu waktu pernah saya ceritakan kepadanya bahwa di daerah Kincan, di seberang pasar Sumber Arta, Kalimalang juga ada penjual nasi uduk self service yang bukanya malam hari. Tempatnya cukup luas dan lauknya juga bervariasi, jadi pembeli terasa nyaman dan betah.

Saat ditanya apakah usahanya ini akan dikembangkan seperti halnya nasi uduk Kincan, mpok Ayoh yang sudah 10 tahun berjualan cuma berucap, “Udah dah cukup segini aja, segini juga udah syukur, bisa nyekolahin anak-anak,” katanya tersenyum.

Benar kata mpok Ayoh, lebih dan kurang dalam hidup itu ternyata tempelan duniawi, sudah digariskan dari Yang Maha Pengatur, tinggal bagaimana menikmati dan mensyukurinya. (*)