Suka atau tidak suka, reality show ‘Empat Mata’ yang dipandu komedian Tukul Arwana membuat anggota DPR di Senayan ikut-ikutan terjangkiti virus ‘Tukulisme’.
Berjargon, ‘kembali ke laptop’ Tukul telah menginspirasi anggota dewan yang terhormat untuk ‘ingin tahu lebih dalam’ tentang laptop kalau tidak bisa dikatakan latah.
Mereka berpikir, Tukul yang ‘wong ndeso, katro dan kutu kupret’ saja kerja dengan laptop, masak kita yang dewan terhormat kalah sama Tukul. “Buat membantu dan mempercepat kerja kita,” kata seorang anggota dewan saat ditanya Tukul perihal fungsi laptop pada tayangan ‘Empat Mata’ Rabu (21/3).
Padahal fasilitas komputer sudah tersedia di ruang kerja mereka masing-masing. Jadi fungsi laptop buat apa? Apakah dengan laptop kinerja mereka akan membaik? Padahal banyak kasus yang lebih penting dari sekedar laptop belum terselesaikan. Beras mahal, contohnya.
Roy Suryo seorang pakar telematika mengatakan, pembelian laptop bagi 550 anggota DPR merupakan tindakan yang tidak ada manfaatnya dalam mendukung kinerja sebagai wakil rakyat. “Staf DPR ini sudah memiliki komputer di ruangannya. Lantas buat apa beli laptop. Ini kan jadi mubadzir,” katanya seperti dikutip ANTARA News.
Kalaupun pengadaan laptop ini disetujui, yang jadi pertanyaan apakah anggota dewan –maaf– semuanya bisa mengoperasikan alat canggih itu. Jangan-jangan mereka menuntut pula supaya dikursuskan komputer.
Selain itu, siapa sih… yang dapat menjamin tidak adanya praktik korupsi atau mark-up. Jika satu unit laptop seharga Rp21 juta (harga yang diajukan) dikali jumlah anggota dewa sebanyak 550 orang. Maka uang yang akan dikeluarkan negara –melalui APBN– adalah sebesar Rp11,5 miliar! Andai saja rupiah sebanyak ini digunakan untuk merehabilitasi sekolah yang hancur karena gempa atau untuk mensubsidi harga benih padi.
Tapi, inilah cerminan wakil rakyat dari negeri yang hampir sekarat ini, wakil rakyat yang selalu mendahulukan kepentingan pribadi, bukan rakyat yang telah memilihnya. Cerminan komunitas orang-orang pilihan yang untuk membeli sebuah komputer jinjing saja harus menggunakan uang rakyat.
Kita tunggu saja apakah nanti akan kita lihat adakah anggota dewan menjinjing laptop saat mengunjungi korban bencana alam, saat meninjau pasar tradisional atau ketika studi banding di luar negeri.
Mengunjungi korban di daerah terpecil dengan menjinjing laptop, atau saat menanyakan harga sembako di pasar tradisional, bukankah malah merepotkan. Bisa-bisa malah jadi bahan tertawaan. “Kirain Tukul yang datang”? kata seorang pedagang beras –mungkin– di pasar Kramatjati tatkala anggota dewan datang meninjau.
Mereka pun toh… akhirnya dapat menyimpulkan bahwa tidak ada beda antara para anggota dewan dengan Tukul Arwana, Sama-sama lucunya. Yang pertama collective comedians yang lucunya ala murid taman kanak-kanak, satunya lagi komedian sungguhan yang menghidupi keluarga dari ‘kristalisasi keringat’.
Berbekal ‘laptop pinjaman’ dari tim kreatif Empat Mata, setiap malam Tukul terus menghibur, membuat masyarakat melupakan sesaat kesulitan hidup. Ia telah menjadi ikon baru di tengah masyarakat yang telah penat menyaksikan talk show yang isinya cuma basa-basi ataupun sinetron-sinetron bertemakan hedonisme dan klenikisme.
Untuk produser acara ini tolong agar para anggota dewa diundang di acara Empat Mata, mudah-mudahan mereka bisa mengikuti langkah seorang ‘smart host’ seperti Tukul, yang dengan laptop bisa menarik applaus dan simpati masyarakat luas. (*)
Yang kasih komentar