Rafa mengganyang “Mentalitas Serba Boleh”

30 10 2008

Ingin menyesap kopi sambil menonton laga bola? Itu biasa. Ingin menikmati sensasi aduhai lantaran tersentak aksi satu dua pemain berbuah gol? Itu luar biasa, karena gol sebagai momen berlangsung sekali saja, tanpa ada duanya. Yang sangat luar biasa, bila laga bola menyuguhkan tontonan dan tuntunan.

Caranya? Silakan mencermati sebungkah kejutan saat Liverpool memukul Chelsea 1-0 di Stamford Bridge pada Minggu (26/10). Pasukan pelatih Rafael Benitez kini bertengger di posisi teratas klasemen Liga Inggris (Premier League) dengan 23 angka, tiga poin lebih banyak daripada Chelsea dan Hull City, yang berada di urutan kedua dan ketiga.

Capaian Liverpool itu mencemaskan Chelsea, juara bertahan Manchester United (MU), dan Arsenal. Dan Rafa buru-buru menenangkan mata hati para pemain asuhannya dengan membisikkan tiga kata simsalabim untuk mengundang “malaikat maut” guna mengganyang mentalitas serba boleh (permisivisme).

“Malaikat” Rafael tidak ingin para pemainnya dibuai iming-iming istana serba gemerlap fasilitas karena lawan berikutnya Portsmouth dalam pertandingan yang digelar di Stadion Anfield pada Rabu (26/10).

Menang, seri atau kalah, bagi Rafa begitu bermakna karena memperlihatkan seberapa digdaya The Reds mampu menyabet gelar juara Premier League untuk kali pertama. Lebih bermakna lagi, pelatih asal Spanyol itu menyuntikkan serum anti-mentalitas serba boleh. Pasukan Liverpool menjauhi semboyan dari mereka yang mengusung permisivisme.

Orang permisivistis seolah-olah berkata, “Biarkanlah saya serba boleh, seperti halnya saya membiarkan orang lain serba boleh.” Mereka mengakui bahwa ada hukum dan peraturan etis beserta sanksi-sanksinya, meski enggan mematuhinya. Gaya hidup dan perilaku seperti ini tampil seksi karena terkesan melawan arus.

Padahal, masyarakat tidak mungkin hidup tanpa adanya nilai-nilai yang disepakati bersama dan dilaksanakan secara bersama.

Bagi Rafa, setiap keping hasil pertandingan sama dan sebangun dengan nilai-nilai etis dari lintas sejarah perjuangan hidup. Bukankah laga bola mengungkap cara perilaku dan cara hidup baik perorangan maupun kelompok. Laga bola mengomunikasikan makna dari sepak terjang manusia.

Boleh saja hanyut dalam euphoria kemenangan, namun jangan lupa daratan karena Liverpool kini justru berada dalam tekanan. Ini amunisi yang diisi Rafa kepada pasukannya. Delapan belas tahun penantian Liverpool bagi gelar Liga Primer. Ini jelas harapan yang dihidupi untuk diperjuangkan demi kejayaan dengan mencampakkan perilaku tujuan menghalalkan cara.

Harus kerja keras

Pemain veteran Jamie Carragher seakan memperingatkan kepada skuad Liverpool agar tidak memperlakukan Portsmouth sebagai domba yang memberikan dirinya siap disembelih. Sementara Xabi Alonso, yang mencetak gol kemenangan ketika meladeni Chelsea, menyatakan, “Ini kemenangan begitu berarti, apalagi lawannya Chelsea, meski hanya tiga poin. Tiga poin melawan Chelsea begitu penting. Sama halnya ketika menghadapi Portsmouth pada Rabu. Semua lawan berbobot nilai sama. Kami harus berpikir mengenai laga pada Rabu dan tetap tampil tenang.”

Baca entri selengkapnya »





Post-lebaran syndrom

21 10 2008

Meski lebaran sudah hampir sebulan terlewati, tapi penyakit post-lebaran syndrom masih saja menggerogoti tubuh ini. Penyakit ini memang menghinggapi hampir seluruh manusia Indonesia, khususnya pasca Idul Fitri kemarin hari.

Biasanya yang gampang dihinggapi adalah orang-orang yang pada saat merayakan lebaran merasa keenakan libur. Jadi sampai saat waktu kerja tiba, pengennya masih serasa liburan. Atau cuti berasama yang diberikan pemerintah dirasa masih kurang. Jadinya hasrat cuti bersama ingin diperpanjang sendiri.

Saya sendiri koq ya bisa-bisanya juga terkena wabah penyakit ini. Hampir dua minggu sudah masuk kantor, tapi bawaannya kayak masih suasana lebaran aja. Masih ingin bertemu sanak-keluarga, makan yang enak-enak dan masih kepengen banget gojegan sama anak di rumah. Itu juga yang menyebabkan lama sekali saya nggak bercerita di blog ini.

Ditambah lagi akan adanya satu perhelatan di rumah orang tua, yakni acara pernikahan kakak saya di penghujung bulan ini. Otomatis kumpul sedulur dan makan yang enak-enak akan digelar kembali.

Syndrom ini juga disebabkan karena adanya udara panas. Iya, suhu udara yang kelewat panas yang membalut kota Jakarta dan kota lainnya di Jawa belakangan hari ini, setidaknya bisa membuat kulit terasa terbakar sang surya. Karena itu, jadinya mau kemana-mana saya malas, takut kulit gosong dan dehidrasi. Alah… apaan sih.

Dan yang memperburuk penyakit ini adalah banyaknya todongan dari teman-teman di kantor yang menanyakan “buah-tangan” dari kampung halaman. Kebanyakan yang nanyain oleh-oleh sih mereka yang nggak pulang mudik atawa nggak punya kampung. 😛

Saya juga nggak bisa mengelak dari pertanyaan membingungkan ini. Lah wong walau saya juga pulang kampung, tapi kan buat saya hukumnya sunah ngebeliin oleh-oleh.  Artinya, kalau ada duit saya beliin, kalau nggak punya ya.. wassalam aja.

Baca entri selengkapnya »