Ingin menyesap kopi sambil menonton laga bola? Itu biasa. Ingin menikmati sensasi aduhai lantaran tersentak aksi satu dua pemain berbuah gol? Itu luar biasa, karena gol sebagai momen berlangsung sekali saja, tanpa ada duanya. Yang sangat luar biasa, bila laga bola menyuguhkan tontonan dan tuntunan.
Caranya? Silakan mencermati sebungkah kejutan saat Liverpool memukul Chelsea 1-0 di Stamford Bridge pada Minggu (26/10). Pasukan pelatih Rafael Benitez kini bertengger di posisi teratas klasemen Liga Inggris (Premier League) dengan 23 angka, tiga poin lebih banyak daripada Chelsea dan Hull City, yang berada di urutan kedua dan ketiga.
Capaian Liverpool itu mencemaskan Chelsea, juara bertahan Manchester United (MU), dan Arsenal. Dan Rafa buru-buru menenangkan mata hati para pemain asuhannya dengan membisikkan tiga kata simsalabim untuk mengundang “malaikat maut” guna mengganyang mentalitas serba boleh (permisivisme).
“Malaikat” Rafael tidak ingin para pemainnya dibuai iming-iming istana serba gemerlap fasilitas karena lawan berikutnya Portsmouth dalam pertandingan yang digelar di Stadion Anfield pada Rabu (26/10).
Menang, seri atau kalah, bagi Rafa begitu bermakna karena memperlihatkan seberapa digdaya The Reds mampu menyabet gelar juara Premier League untuk kali pertama. Lebih bermakna lagi, pelatih asal Spanyol itu menyuntikkan serum anti-mentalitas serba boleh. Pasukan Liverpool menjauhi semboyan dari mereka yang mengusung permisivisme.
Orang permisivistis seolah-olah berkata, “Biarkanlah saya serba boleh, seperti halnya saya membiarkan orang lain serba boleh.” Mereka mengakui bahwa ada hukum dan peraturan etis beserta sanksi-sanksinya, meski enggan mematuhinya. Gaya hidup dan perilaku seperti ini tampil seksi karena terkesan melawan arus.
Padahal, masyarakat tidak mungkin hidup tanpa adanya nilai-nilai yang disepakati bersama dan dilaksanakan secara bersama.
Bagi Rafa, setiap keping hasil pertandingan sama dan sebangun dengan nilai-nilai etis dari lintas sejarah perjuangan hidup. Bukankah laga bola mengungkap cara perilaku dan cara hidup baik perorangan maupun kelompok. Laga bola mengomunikasikan makna dari sepak terjang manusia.
Boleh saja hanyut dalam euphoria kemenangan, namun jangan lupa daratan karena Liverpool kini justru berada dalam tekanan. Ini amunisi yang diisi Rafa kepada pasukannya. Delapan belas tahun penantian Liverpool bagi gelar Liga Primer. Ini jelas harapan yang dihidupi untuk diperjuangkan demi kejayaan dengan mencampakkan perilaku tujuan menghalalkan cara.
Harus kerja keras
Pemain veteran Jamie Carragher seakan memperingatkan kepada skuad Liverpool agar tidak memperlakukan Portsmouth sebagai domba yang memberikan dirinya siap disembelih. Sementara Xabi Alonso, yang mencetak gol kemenangan ketika meladeni Chelsea, menyatakan, “Ini kemenangan begitu berarti, apalagi lawannya Chelsea, meski hanya tiga poin. Tiga poin melawan Chelsea begitu penting. Sama halnya ketika menghadapi Portsmouth pada Rabu. Semua lawan berbobot nilai sama. Kami harus berpikir mengenai laga pada Rabu dan tetap tampil tenang.”
Yang kasih komentar